Sunday, November 2, 2008

Air mata ibu

Assalamualaikum wr wb

~Ibu, mengapa ibu menangis?

Suatu ketika, ada seorang anak laki-laki yang bertanya pada ibunya.
"Ibu,
mengapa Ibu menangis?". Ibunya menjawab, "Sebab, aku wanita. "Aku tak
mengerti," kata si anak lagi. Ibunya hanya tersenyum dan memeluknya
erat.
"Nak, kamu memang tak akan mengerti...."

Kemudian, anak itu bertanya pada ayahnya. "Ayah, mengapa Ibu menangis?,
sepertinya Ibu menangis tanpa ada sebab yang jelas? Sang ayah menjawab,
"Semua wanita memang menangis tanpa ada alasan." Hanya itu jawaban yang
bisa
diberikan ayahnya.

Lama kemudian, si anak itu tumbuh menjadi remaja dan tetap
bertanya-tanya,
mengapa wanita menangis. Pada suatu malam, ia bermimpi dan bertanya
kepada
Tuhan.

"Tuhan, mengapa wanita mudah sekali menangis?. Dalam mimpinya, Tuhan
menjawab, "Saat Ku-ciptakan wanita, aku membuatnya menjadi sangat
utama.
Ku-ciptakan bahunya, agar mampu menahan seluruh beban dunia dan isinya,
walaupun juga, bahu itu harus cukup nyaman dan lembut untuk menahan
kepala
bayi yang sedang tertidur.

Ku-berikan wanita kekuatan untuk dapat melahirkan, dan mengeluarkan
bayi
dari rahimnya, walau, seringkali pula, ia kerap berulangkali menerima
cerca
dari anaknya itu....

Ku-berikan keperkasaan, yang akan membuatnya tetap bertahan, pantang
menyerah, saat semua orang sudah putus asa. Wanita, kuberikan
kesabaran,
untuk merawat keluarganya, walau letih, walau sakit, walau lelah, tanpa
berkeluh kesah...

Ku-berikan wanita, perasaan peka dan kasih sayang , untuk mencintai
semua
anaknya, dalam kondisi apapun, dan dalam situasi apapun. Walau, tak
jarang
anak-anaknya itu melukai perasaannya, melukai hatinya. Perasaan inilah
pula
yang akan memberikan kehangatan pada bayi-bayi yang terkantuk menahan
lelap.
Sentuhan inilah yang akan memberikan kenyamanan saat didekap dengan
lembut
olehnya.

Ku-berikan wanita kekuatan untuk membimbing suaminya, melalui masa-masa
sulit, dan menjadi pelindung baginya. Sebab, bukankan tulang rusuk-lah
yang
melindungi setiap hati dan jantung agar tak terkoyak?

Kuberikan kepadanya kebijaksanaan, dan kemampuan untuk memberikan
pengertian
dan menyadarkan bahwa, suami yang baik adalah yang tak pernah melukai
istrinya. Walau, seringkali pula, kebijaksanaan itu akan menguji setiap
kesetiaan yang diberikan kepada suami, agar tetap berdiri, sejajar,
saling
melengkapi, dan saling menyayangi.

Dan, akhirnya, kuberikan ia airmata agar dapat mencurahkan perasaannya.
Inilah yang khusus kuberikan kepada wanita, agar dapat digunakan
kapanpun ia
inginkan. Hanya inilah kelemahan yang dimiliki wanita, walaupun
sebenarnya,
airmata ini adalah airmata kehidupan.

Meja Kayu

Suatu ketika, ada seorang kakek yang harus tinggal dengan anaknya.
Selain itu, tinggal pula menantu, dan anak mereka yang berusia 6 tahun.
Tangan orangtua ini begitu rapuh, dan sering bergerak tak menentu.
Penglihatannya buram, dan cara berjalannya pun ringkih.

Keluarga itu biasa makan bersama di ruang makan.
Namun, sang orangtua yang pikun ini sering mengacaukan segalanya.
Tangannya yang bergetar dan mata yang rabun, membuatnya susah untuk menyantap makanan.
Sendok dan garpu kerap jatuh ke bawah. Saat si kakek meraih gelas, segera saja susu itu tumpah membasahi taplak.

Anak dan menantunya pun menjadi gusar. Mereka merasa direpotkan dengan
semua ini. "Kita harus lakukan sesuatu, " ujar sang suami. "Aku sudah bosan
membereskan semuanya untuk pak tua ini." Lalu, kedua suami-istri ini pun
membuatkan sebuah meja kecil di sudut ruangan.
Disana, sang kakek akan duduk untuk makan sendirian, saat semuanya
menyantap makanan. Karena sering memecahkan piring, keduanya juga memberikan
mangkuk kayu untuk si kakek.

Sering, saat keluarga itu sibuk dengan makan malam mereka, terdengar isak sedih dari sudut ruangan. Ada airmata yang tampak mengalir dari gurat keriput si kakek.
Namun, kata yang keluar dari suami-istri ini selalu omelan agar ia tak menjatuhkan makanan lagi.
Anak mereka yang berusia 6 tahun hanya memandangi semua dalam diam.

Suatu malam, sebelum tidur, sang ayah memperhatikan anaknya yang sedang
memainkan mainan kayu. Dengan lembut ditanyalah anak itu. "Kamu sedang
membuat apa?". Anaknya menjawab, "Aku sedang membuat meja kayu buat ayah
dan ibu untuk makan saatku besar nanti. Nanti, akan kuletakkan di sudut itu,
dekat tempat kakek biasa makan." Anak itu tersenyum dan melanjutkan pekerjaannya.

Jawaban itu membuat kedua orangtuanya begitu sedih dan terpukul.
Mereka tak mampu berkata-kata lagi. Lalu, airmatapun mulai bergulir dari kedua pipi mereka.
Walau tak ada kata-kata yang terucap, kedua orangtua ini mengerti,
ada sesuatu yang harus diperbaiki.
Malam itu, mereka menuntun tangan si kakek untuk kembali makan bersama
di meja makan.Tak ada lagi omelan yang keluar saat ada piring yang jatuh,
makanan yang tumpah, atau taplak yang ternoda.
Kini, mereka bisa makan bersama lagi di meja utama.

Teman, anak-anak adalah persepsi dari kita. Mata mereka akan selalu mengamati, telinga mereka akan selalu menyimak, dan pikiran mereka akan selalu mencerna setiap hal yang kita lakukan.
Mereka adalah peniru. Jika mereka melihat kita memperlakukan orang lain dengan sopan, hal itu pula yang akan dilakukan oleh mereka saat dewasa kelak.

Orangtua yang bijak, akan selalu menyadari, setiap "bangunan jiwa" yang disusun, adalah pondasi yang kekal buat masa depan anak-anak.

Mari, susunlah bangunan itu dengan bijak. Untuk anak-anak kita, untuk masa depan kita, untuk semuanya.
Sebab, untuk merekalah kita akan selalu belajar, bahwa berbuat baik pada orang lain, adalah sama halnya dengan tabungan masa depan.

Terima kasih telah membaca
Hope you are well and please do take care.